HM Arum Sabil, seorang praktisi agribisnis yang juga memiliki peternakan ayam petelur di Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember. (Foto: Arip Ripaldi for Tunas Negeri).
Tunasnegeri.com – Peternak ayam petelur menjerit karena harga pakan yang kian melejit. Pemerintah diminta untuk bergerak cepat mengambil solusi konkret menekan harga pakan ayam.
Beberapa tahun ini, para peternak ayam petelur menghadapi musibah berkepanjangan. Yaitu, terkait dengan harga jual dari telur karena harganya sering dibawah biaya produksi.
Jika hal ini terus terjadi, maka peternak ayam petelur itu akan musnah di negeri ini karena dapat dipastikan para peternak ayam petelur itu tidak memiliki nilai ekonomi.
HM Arum Sabil, seorang praktisi agribisnis yang juga memiliki peternakan ayam petelur di Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember mengungkapkan bahwa, disatu sisi pemerintah menginginkan harga telur yang terjangkau. Tetapi, di sisi lain tidak diimbangi dengan kebijakan harga telur yang Adil.
“Kita hargai pemerintah ingin harga telur murah untuk rakyat. Tetapi, para peternak mengingatkan kepada pemerintah bahwa jangan sampai dengan menekan harga telur yang murah tetapi menjadikan sebuah bencana bagi para peternak telur,” ungkap pria yang akrab di sapa Abah Arum kepada Tunas Negeri pada Jumat, (25/3/2022).
Abah Arum mengungkapkan bahwa ada beberapa faktor yang membuat biaya produksi telur menjadi tinggi. Hal tersebut bukan karena tidak punya daya saing, tetapi karena beberapa komponen bahkan masih ketergantungan dengan impor.
Terkait hal-hal apa saja komponen yang di import, Abah Arum menyampaikan jika salah satunya yang paling dominan adalah Soya Bean Meal (SBM) yang masih di impor dari Argentina.
Menurut Abah Arum, SBM adalah salah satu komponen pakan yang sangat diperlukan, karena ini terkait dengan kandungan proteinnya.
“Negara-negara penghasil SBM yang bagus itu ada di 3 negara. Yautu Argentina, Brazil, dan Amerika. Selama ini Indonesia mengimpor dari Argentina. Sedangkan saat ini, pemerintah Argentina membuat kebijakan dan membatasi ekspor SBM. Ada beberapa ketentuan yang dibuat salah satunya dengan mengenakan pajak. Dari yang sebelumnya SBM dijual dengan harga 8.200 per kilo, kini menjadi 9.500 per kilo,” terang Abah Arum.
Pembelian SBM saat ini, sambung Abah Arum, beralih ke Brazil, sehingga para buyer bersaing untuk memperoleh SBM dimana berlaku mekanisme pasar dan suplai tetap. Sehingga permintaan naik dan harga menjadi mahal. Selain itu juga Brazil menaikkan pajak ekspornya.
“Selain itu, produsen gandum adalah Ukraina dan Rusia turut mengakibatkan suplai menjadi bermasalah. Karena, ini adalah salah satu bahan bakunya. Selain itu juga didukung dengan terjadinya kenaikan harga minyak dunia. Ekspedisi internasional naik karena juga dampak dari situ. Karena, kenaikan harga minyak dunia saat ini sudah tidak terkontrol,” paparnya.
Lebih jauh, Abah Arum mengungkapkan Harga jagung lokal sebelumnya Rp 4.900 sekarang menjadi Rp 6.000. Hal tersebut menjadi salah satunya mengapa biaya produksi naik.
Biaya produksi untuk ayam petelur saat ini antara Rp 20.000 sampai Rp 21.000. Jadi, kalau misalnya harga jual telur di bawah Rp 21.000, maka dipastikan peternak akan rugi.
“Sekarang apakah hal ini akan dibiarkan? Maka dari itu, kita para peternak meminta kebijakan pemerintah agar peternak diayomi dan dilindungi,” tegasnya.
Abah Arum juga menjelaskan bahwa telur adalah sumber protein yang murah. Jika sampai sumber protein yang murah ini tidak bisa diproduksi lagi di dalam negeri, betapa rapuhnya negeri ini.
Artinya, ekonomi masyarakat pedesaan tidak bergerak dan berjalan. Jika roda perekonomian masyarakat pedesaan dari sektor peternakan ini sudah tidak ada, maka daya beli masyarakat akan rendah. Hal ini membuat pertumbuhan ekonomi dan kekuatan bangsa melemah.
“Kalau telur saja kita ketergantungan impor, Maka yang terjadi bisa saja nanti justru harganya akan lebih mahal, karena ketergantungan adalah sebuah kelemahan , Jadi pemerintah harus memberikan proteksi bagi para peternak ayam petelur di Indonesia,” tegasnya.
Selain itu, Abah Arum juga meminta kepada para penegak hukum dan semua pihak agar mengawasi peredaran telur yang gagal tetas untuk tidak di jual ke masyarakat. Meskipun memang harganya sangat murah.
“Jadi ada indikasi oknum perusahaan-perusahaan yang menyiapkan telur yang gagal tetas itu di jual ke masyarakat. Ini tidak bagus karena telur yang gagal tetas itu tentu didalamnya ada bakteri yang tidak baik bagi tubuh manusia,” tegasnya.
“Kepada masyarakat, saya juga mengingatkan jangan sampai terlena dengan harga murah. Harus jeli dan berhati-hati jangan sampai masyarakat mengkonsumsi telur yang tidak sehat dan gagal tetas itu,” tuturnya.
Abah Arum juga berpesan kepada seluruh lapisan masyarakat supaya jangan merasa mahal membeli hasil ternak dan hasil tani dari para peternak dan petani di negeri tercinta ini.
Karena, sambung Abah Arum para petani dan peternak ini harus di jaga bersama. Bukan hanya oleh pemerintah tetapi juga oleh masyarakat atau bangsa ini.
“Jangan lah anda berbahagia karna bisa membeli telur murah yang tidak sehat, karena anda akan membayar mahal dengan kesehatan anda,” sambungnya.
Begitu pun sebaliknya, Abah Arum mengungkapkan apabila anda sebagai masyarakat Indonesia membeli hasil pertanian peternakan dan Perkebunan dari hasil keringat air mata para petani dan perternak di Indonesia dengan harga yang wajar dan memberdayakan, itu sama halnya anda terlah menjadi penjaga sumber pangan dan Martabat bangsa. (Arip Ripaldi).