Gubernur Khofifah saat Safari Ramadhan di Sumenep. (Foto: Humas Pemprov Jatim).
Tunasnegeri.com – Usai menjalankan salat tarawih, Gubernur Khofifah melanjutkan rangkaian safari ramadhan dengan berziarah ke Asta Tinggi yang terletak di dataran tinggi Kab. Sumenep tepatnya di Jalan Asta Tinggi, Temor Lorong, Kebunagung, Kec. Kota Sumenep, Kabupaten Sumenep.
Dalam bahasa Madura, Asta Tinggi juga disebut dengan Asta Raja atau makam Pangradja, baik dari keturunan maupun kerabatnya. Makam tersebut milik Pangeran Anggadipa dan menjadi makam pertama di kompleks pemakaman Asta Tinggi.
Pangeran Anggadipa sendiri merupakan putra dari Adipati Jepara yang diutus oleh kerajaan Mataram untuk menjaga dan mengatur pemerintahan kerajaan Sumenep ketika terjadi kekosongan pemimpin.
Makam Asta Tinggi dibangun sekitar tahun 1750 Masehi dengan areal kompleks makam berukuruan 112,2 meter x 109,25 meter. Kawasan pemakaman Asta Tinggi rencana awalnya dibuat oleh Panembahan Somala dan dilanjutkan oleh Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I dan Panembahan Natakusuma II.
Selain sebagai peristirahatan terakhir raja-raja dari dinasti kerajaan Sumenep dan keturunannya, Asta Tinggi ini juga menyimpan banyak sejarah dan hal menarik dibaliknya. Diantaranya adanya empat kubah besar yang menaungi makam dan menjadi ikon utamanya yang disebut Asta Induk.
Setiap kubah tersebut menjadi tempat peristirahatan terakhir raja-raja dari dinasti Sumenep beserta istri-istrinya. Yaitu Kubah Pangeran Panji Pulang Jiwo, Kubah Panembahan Sumolo, Kubah Tumenggung Tirtonegoro, Kubah Pangeran Djimat alias Pangeran Akhmad atau Kanjeng Aryo Cokronegoro.
“Jadi disini adalah makam dari para raja dan istri-istri dari raja Sumenep,” katanya.
Sementara itu arsitektur bangunan yang ada di makam tersebut dipengaruhi oleh kebudayaan Belanda, Arab, China maupun Jawa. Namun yang masih nampak menonjol adalah kebudayaan Hindu.
“Ziarah ke Asta Tinggi Sumenep itu selain sebagai wisata spiritual tetapi juga bernilai sejarah yang sangat kental,” pungkasnya.
Ziarah ke Pesarean Batu Ampar Pamekasan
Sebelumnya, Gubernur Khofifah juga melakukan ziarah ke makam penyebar agama Islam di Pesarean Batu Ampar Pamekasan Madura.
Pesarean Batu Ampar terletak di Dusun Batu Ampar Desa Pangbatok, Kecamatan Proppo, Kabupaten Pamekasan. Sedangkan nama Batu Ampar ini berasal dari Bahasa Madura yaitu “Bato” yang berarti batu dan “Ampar” yang berarti berserakan namun teratur seperti halnya permadani yang dihamparkan.
Di kompleks makam ini terdapat 6 makam aulia atau wali Allah yang dalam Bahasa Madura disebut Bujuk. Mereka adalah makam Syekh Abdul Manan (Bujuk Kosambi), Syekh Basyaniyah (Bujuk Tumpeng), Syekh Abu Syamsudin (Bujuk Lattong), Syekh Husen, Syekh Moh. Romli dan Syekh Damanhuri.
Syekh Abdul Manan (Bujuk Kosambi) salah satu ulama yang dimakamkan di Pesarean Batu Ampar ini adalah putra dari Sayyid Husein, seorang ulama Bangkalan. Diceritakan, Syekh Abdul Manan ini mengasingkan diri atau uzlah di bawah pohon Kosambi di hutan daerah Batu Ampar untuk mendekatkan diri kepada Allah usai Syeikh Husen wafat terbunuh akibat kesalahpahaman dengan Raja Bangkalan kala itu.
Sementara Sayyid Husein adalah cucu dari sunan ampel dan putra dari sunan bonang, dan beliau merupakan leluhur dari bujuk-bujuk atau Masyayikh yang berada di Batu Ampar Proppo Pamekasan.
Di Batu Ampar inilah kemudian Syekh Abdul Manan mendirikan padepokan kecil untuk mengajarkan pemuda setempat ilmu agama dan mendekatkan diri kepada Allah. Dan di Pesarean Batu Ampar ini seolah tidak pernah sepi dari penghatam Alquran, selama 24 jam pasti ada yang membaca Alquran. (*)