Gubernur Khofifah saat Safari Ramadhan di Masjid Jami’ Kabupaten Gresik. (Foto: Humas Pemprov Jatim).
Tunasnegeri.com – Selama bulan Ramadhan, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa aktif melakukan safari ramadhan dengan tarawih keliling Jawa Timur serta berkunjung dan menjelajah masjid masjid legendaris di kabupaten kota di Jawa Timur.
Di masjid masjid itu, Gubernur Khofifah melakukan sholat tarowih bersama jama’ah , membagi beras bagi jama’ah, serta berziarah ke makam para ulama/ Habaib leluhur yang memiliki peran besar dalam pembangunan peradaban dan keagamaan di Jawa Timur.
Salah satunya saat Gubernur Khofifah sholat tarowih di masjik Jami’.Gresik yang di dalamnya juga terdapat makam Habib Abu Bakar Bin Muhammad Umar Assegaf yang terletak di dalam Masjid Jami’ Kabupaten Gresik, Minggu (26/3) malam.
Ziarah tersebut dilakukan setelah menunaikan salat Tarawih bersama Bupati Gresik Fandi Akhmad, Wakil Bupati Gresik Aminatun Habibah, dan masyarakat sekitar.
Dalam ziarahnya, Ketua Umum PP Muslimat NU itu tampak khusyuk mengikuti ziikir doa sekaligus menabur bunga di makam Habib Abu Bakar Bin Muhammad Umar Assegaf dan Habib Alwi Bin Muhammad Hasyim Assegaf.
Setelah berdoa, Gubernur Khofifah mengatakan, kehidupan Habib Abu Bakar Assegaf memiliki keteladanan yang luar biasa. Diantaranya tentang kesalehan, keilmuan dan kesederhanaan Habib Abu Bakar Assegaf.
“Selain sederhana, beliau orang yang salih dan alim dikenal memiliki _karomah_ dari Allah,” ujarnya.
Menurut Gubernur Khofifah, dari berbagai referensi semasa hidup Habib Abu Bakar Assegaf merupakan pemimpin wali sedunia. Sehingga, Habib Abu Bakar mendapat julukan Al Qutb atau pimpinan para wali.
Kedalaman dan kejernihan hati yang dimilikinya telah melahirkan pelajaran hidup yang sangat besar dan bermanfaat bagi manusia. Khususnya, kesederhanaan dan menolong sesama yang benar-benar membutuhkan.
Untuk mengenang perjuangannya sebagai seorang ulama, di Gresik terdapat tradisi haul setiap tahun yang bertepatan pada tanggal 17 Dzulhijjah. Pusat acara difokuskan di kediamannya Jalan KH. Zubair dan Masjid Jami’ Gresik depan alun-alun.
“Acara ini selalu menjadi magnet bagi ribuan peziarah yang datang dari banyak penjuru negeri khususnya masyarakat Jawa Timur maupun para tokoh-tokoh politik,” tandasnya.
Masjid Jami’ Gresik Dibangun Saudagar Perempuan Nyai Ageng Pinatih Tahun 1412 M.
Sementara Masjid Jami’ Kab. Gresik sendiri juga menyimpan sejarah dimana Masjid ini dibangun oleh seorang ulama dan saudagar perempuan yang termasyhur kala itu Nyai Ageng Pinatih.
Menurut literatur sejarah, Masjid Jami’ Kabupaten Gresik dibangun oleh Nyai Ageng Pinatih pada tahun 1412 Masehi diatas sebidang tanah yang merupakan hadiah dari Raja Brawijaya. Untuk memaksimalkan hadiah itu, tidak hanya perlu bekal ilmu agama tetapi juga ilmu dagang atau ilmu ekonomi.
Dari ilmu agama para gurunya yaitu Syaikh Maulana Malik Ibrahim dan Raden Rahmatullah alias Sunan Ampel di Surabaya yang keduanya juga mahir ilmu dagang, Nyai Ageng Pinatih mampu menyebarkan Islam kepada warga di tanah Gresik.
Nyai Ageng Pinatih menyadari bahwa menyebarkan Islam tidak hanya ilmu agama. Perlu juga diimbangi dengan kekuatan ekonomi yaitu dengan berdagang. Dengan kapal yang dimiliki mampu menjual hasil bumi ke wilayah lain, baik di wilayah Majapahit maupun Blambangan serta wilayah lain.
“Dari Nyai Ageng Pinatih ini, kita belajar bahwa sejak zaman dahulu kala kebangkitan agama juga harus berseiring dengan kemandirian ekonomi,” tuturnya.
Nyai Ageng Pinatih adalah sosok yang berhasil dalam berdagang. Hal itu ditandai dengan kepemilikan kapal dagang yang banyak. Dan, pada 1458 M, Kerajaan Majapahit mengangkatnya sebagai Syahbandar Pelabuhan Gresik yang bertugas memungut bea cukai dan mengawasi kapal-kapal dagang asing.
Nyai Ageng Pinatih adalah syahbandar terkenal di zamannya dan perempuan pertama di Nusantara yang mengurusi bea cukai. Sampai meninggal tahun 1478 Masehi, Nyai Ageng Pinatih dikenal ulama perempuan yang juga menjadi kepala pelabuhan era Kerajaan Mejapahit.
“Nyai Ageng Pinatih ini perempuan hebat, beliau lebih dikenal sebagai saudagar, syahbandar juga daripada seorang ulama perempuan,” ucapnya. (*)